(Drs. Raden Lukman. M.Si, PPUPD Madya
Inspektorat Kabupaten Serang)
I. LATAR BELAKANG
Pengaturan mengenai desa sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah membawa babak baru
dan membawa harapan baru bagi kehidupan kemasyarakatan dan pemerintahan desa.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 menjadi tonggak perubahan paradigma
pengaturan desa. Desa tidak lagi dianggap sebagai objek pembangunan, melainkan
ditempatkan menjadi subjek pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang besar bagi desa untuk
mengurus tata pemerintahan nya sendiri serta pelaksanaan pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa. Selain itu
pemerintah desa diharapkan untuk lebih mandiri dalam mengelola pemerintahan dan
berbagai sumber daya alam yang dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan
keuangan desa dan kekayaan milik desa.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
menyebutkan bahwa salah satu sumber pendapatan desa berasal dari alokasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Alokasi APBN ini adalah anggaran
yang diperuntukkan bagi desa dan desa adat yang ditransfer melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan
masyarakat.
Guna memenuhi amanat Undang-Undang Nomor
6 tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah telah menggelontorkan Dana Desa yang
bersumber dari APBN, Pada tahun 2019 pagu anggaran dana Desa ditetapkan sebesar
70 triliun. Peningkatan alokasi Dana Desa sangat signikan dibandingkan dengan
tahun 2017 yang hanya dialokasikan sebesar 60 triliun dengan rata-rata nasional
per desa menerima Rp.800,4 juta.
Peningkatan anggaran ini tentunya
harus diikuti dengan pengaturan yang jelas mengenai segala hal tentang
dana desa itu sendiri. Harus jelas mengenai penyaluran dana desa, penggunaan
dana desa, pengelolaan dana desa, pembinaan dan pengawasan yang baik demi
tercapainya cita-cita desa sebagai subjek dan ujung tombak pembangunan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya pengelolaan
dana desa terdapat beberapa permasalahan, meliputi :
- Penggunaan dana desa tidak
sesuai ketentuan (prioritas);
- Adanya pekerjaan kontruksi yang
seluruhnya dilakukan pihak ketiga
- Adanya kelebihan pembayaran
- Adanya kekurangan volume
pekerjaan
- Hasil pengadaan tidak dapat
dimanfaatkan
- Adanya pengadaan fiktif
- Adanya Pengeluran tidak
didukung bukti yang memadai
- Laporan tidak membuat.
Bahkan ada beberapa Kepala Desa dan
perangkat Desa telah diproses hukum oleh Aparat Penegak Hukum (APH)
karena adanya unsur kecurangan (fraud) dan adanya unsur pidana.
Permasalahan tersebut muncul disebabkan
belum sepenuhnya dipahami oleh para pelaksana di daerah khususnya di Pemerintah
desa. Besarnya Dana Desa belum selaras dengan kemampuan SDM (aparatur) baik
secara teknis dan mentalitas. Potensi masalah yang akan muncul adanya
ketidaktahun, ketidakmampuan dan adanya resiko tindakan penyalahgunaan
(fraud). Tindakan kecurangan (fraud) ini merupakan perilaku koruptif,
penggelapan aset desa dan rekayasa laporan. Ketiga hal tersebut sangat
dimungkinkan dalam pengelolaan dana desa.
Potensi masalah tersebut di atas perlu
diantisipasi dan dicegah sedini mungkin, sehingga dana desa dapat berdampak
terhadap kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, seluruh komponen, pendamping desa
termasuk Instansi supradesa yaitu Kecamatan, Perangkat Daerah dan Inspektorat
sebagai Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP) harus bersinergi dalam
pembinaan dan pengawasan dana desa.
Dalam tulisan ini akan dipaparkan
bagaimana peran Inspektorat Daerah Daerah selaku APIP (Propinsi,
Kabupaten/Kota) dalam pembinaan dan Pengawasan dana Desa.
II. PERAN INSPEKTORAT DALAM PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN DANA DESA.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas,
bahwa berdasarkan PP. Nomor 12 tahun 2017 tentang Pembinaan Dan Pengawasan
Pemerintahan Daerah pada Pasal 19 bupati/walikota wajib melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap desa. Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan Desa,
bupati/walikota dibantu Camat dan Inspektorat serta Bupati/walikota menugaskan
Perangkat Daerah terkait.
Pembinaan dan pengawasan oleh
inspcktorat dilaksanakan untuk menjaga akuntabilitas pcngclolaan keuangan
desa. meliputi:
a. laporan pertanggungiawaban
pengelolaan kcuangan desa;
b. efisiensi dan efcktivitas pcngelolaan
keuangan desa; dan
c. pelaksanaan tugas lain sesuai
dengan ketcntuan peraturan perundang-undangan.
Peran APIP dalam pembinaan dan
Pengawasan Dana Desa dilakukan dengan 2 (dua) cara; Pertama assurance
dan peran Consulting. Peran assurance dilakukan
dengan memberikan penilaian/pendapat objek terkait suatu entitas, operasi,
fungsi, proses, sistem atau subjek lainnya. Bentuk kegiatan assurance berupa
kegiatan audit, reviu, pemantauan dan evaluasi. Peran Consulting
atau konsulasi memberikan konsultasi atau layanan lain dengan sifat dan ruang
lingkup berdasar kesepakatan APIP dan manajemen, kegiatannya berupa asistensi,
sosialisasi dan konsultasi. Beberapa kegiatan konsultasi, diantaranya :
- Ikut berperan dalam penyusunan
kebijakan Kepala Daerah terkait pengelolaan Keuangan dan aset desa.
- Melakukan pembinaan dalam
pengelolaan keuangan dan aset desa di tingkat Kecamatan dan Kabupaten
sebagai Nara Sumber.
- Pendampingan perencanaan,
pelaksanaan dan pelaporan keuangan desa.
Pada tahun 2016 Kementrian Dalam Negeri
selaku Pembina Pemerintah Daerah mengeluarkan Surat Edaran Nomor
700/1281/A.1/IJ tentang Pedoman Pengawasan Dana Desa. Beberapa hal yang
dijelaskan dalam Surat Edaran tersebut :
- Pelaksanaan
pengawasan
dana
desa
bertujuan untuk memberikan
keyakinan yang memadai bahwa
pengelolaan dana desa
telah dilakukan sesuai
dengan ketentuan, khususnya terkait
tepat lokasi, tepat syarat, tepat
salur, tepat jumlah, dan
tepat penggunaan.
3. pengawasan
Dana Desa diarahkan
untuk mencegah terjadinya
penyimpangan pengelolaan dana desa,
sehingga APIP harus merancang program
pengawasan Dana Desa yang mampu
bertindak sebagai pencegahan (preventive action)
bukan tindakan represif atau APIP berfungsi
sebagai early warnzng
system. APIP harus
mampu melakukan
asistensi/pendampingan
pengelolaan Dana Desa,
sehingga
kegamangan/ketakutan
perangkat desa
untuk membelanjakan dana desa tidak terjadi.
4. Meskipun
pengawasan Dana Desa
bersifat pencegahan namun
bukan berarti APIP
mengabaikan adanya
tindakan kecurangan (fraud) pengelolaan
Dana Desa, sehingga APIP juga
harus merancang program pengawasan
Dana Desa yang sifatnya pengawasan
terhadap kepatuhan desa (audit
kepatuhan) dalam pengelolaan dana desa.
Disamping itu, APIP juga harus
merespon apabila terdapat pengaduan
masyarakat terkait pengelolaan
Dana Desa melalui klarifikasi kajian
dan/atau
Pemeriksaan Khusus /Pemeriksaan Investigasi. (Audit
Investigasi)
5. selain
penilaian terhadap
kepatuhan pengelolaan Dana
Desa, APIP juga harus
mampu melakukan penilaian terhadap
kinerja Dana Desa melalui audit Kinerja, dalam
artian APIP harus mampu menilai apakah Dana Desa telah
memberi manfaat kepada masyarakat.
6. mengingat
besarnya jumlah dan
kondisi geografis desa, maka dalam
merancang Program Kegiatan Pengawasan
Tahunan (PKPT),APIP harus merancang pengawasan ke
dalam PKPT berbasis risiko,
7. pedoman
pengawasan Dana Desa
oleh APIP mengatur standar minimal
langkah-langkah yang harus dilakukan
oleh APIP dalam melakukan pengawasan
Dana Desa termasuk didalamnya format-format
mengenai Program Kerja Pengawasan (PKP), Kertas
Kerja Pengawasan (KKP)
maupun sistematika
Laporan Hasil Pengawasan (LHP).
II. TATA CARA PENGAWASAN DANA DESA
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam
Negeri Nomor 700/1281/A.1/IJ tentang Pedoman Pengawasan Dana Desa, dijelaskan
mengenai tata cara pengawasan dana desa adalah sebagai berikut :
A. Tujuan
Pengawasan
Pengawasan Dana Desa
bertujuan untuk menilai:
a. Ketepatan lokasi
penyaluran Dana desa ke desa yang
berhak menerima;
b. Ketepatan kelengkapan
syarat penyaluran Dana Desa;
c. Ketepatan waktu
penyaluran Dana Desa;
d. Ketepatan jumlah Dana Desa yang
diterima dan disalurkan; dan
e. Ketepatan
penggunaan Dana Desa dengan ketentuan yang berlaku.
B. Sasaran Pengawasan
1. Pemerintah Kabupaten
/Kota oleh APIP Provinsi
a. Pra Penyaluran
Tersedianya
regulasi dan
kebijakan pemerintah
kabupaten/kota mengenai dana desa.
b. Penyaluran
Kepatuhan dan
mekanisme penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD.
c. Pasca Penyaluran
Mekanisme
pembinaan dan pengawasan
terhadap Dana Desa oleh Gubernur.
2. Pemerintah Desa
oleh APIP Kabupaten/Kota
a. Pra Pencairan
dan Penggunaan
Tersedianya
regulasi, kebijakan internal, Sumber
Daya Manusia dan prosedur perencanaan Dana Desa
oleh Pemerintah Desa.
b. Pencairan dan
Penggunaan
Kehandalan
Sistem Pengendalian Intern
dan Kepatuhan Pemerintah Desa terhadap:
1) Mekanisme pencairan Dana Desa
dari RKD;
2) Pengadaan barang/
jasa; dan
3) Penggunaan Dana Desa.
c. Pasca Pencairan
dan Pengunaan
1) Penatausahaan Dana
Desa;
2) Perpajakan;
3) Pengujian bukti
pertanggungjawaban Dana Desa;
4) Kepatuhan penyampaian
laporan dana desa; dan
5) Sisa Dana Desa di Rekening
Kas Desa (RKD).
C. Jenis Pengawasan
Jenis Pengawasan Dana Desa oleh APIP,
terdiri dari :
- APIP Provinsi berupa
evaluasi dan pemantauan; dan
- APIP Kabupaten /Kota
berupa Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
D. Tahapan Pengawasan
1. Survey Pendahuluan;
2. Pengujian sederhana
atas kehandalan Sistem Pengendalian Intern; dan
3. Pengujian rinci.
E. Standar Pengawasam
Standar Pengawasan yang
digunakan adalah Standar Audit Intern Pemerintah
Indonesia yang dikeluarkan AAIPI tertanggal 30 Desember 2013
F. Metodologi Pengawasan
Metodologi pengawasan
yang digunakan adalah
menggunakan metode UJI petik (sampling)
yang dilakukan dengan petimbangan
profesional terhadap jenis-jenis bukti pemeriksaan
melalui analisis terhadap peraturan perundang
undangan dan
kebijakan-kebijakan, analisis
terhadap bukti pelaksanaan kegiatan,
dan observasi pengecekan fisik serta
wawancara dengan pelaksana dan pejabat terkait.
G. Pelaporan Hasil Pengawasan
Hal-hal
perlu menjadi perhatian dalam Penyusunan
Laporan Hasil Pengawasan, sebagai berikut:
1. Selambat-lambatnya 1
(satu) minggu setelah selesai
melakukan pengawasan, Tim Pengawas wajib menyusun Laporan
hasil Pengawasan;
2. Penyusunan Laporan
Hasil Pengawasan memperhatikan prinsip tepat waktu, lengkap, akurat,
obyektif, meyakinkan, jelas dan ringkas;
3. Laporan
diterbitkan sebanyak 5 (lima)
eksemplar, yang didistribusikan kepada:
a. Gubernur
selaku Wakil Pemerintah Pusat;
b. Walikota/Bupati;
c. Kepala
Perangka Daerah yang menangani urusan
pemberdayaan masyarakat dan Desa;
d. Pemerintah
Desa; dan
e. Arsip
Inspektorat (Bagian Evaluasi);
4.
Inspektur Kabupaten/Kota
menyampaikan resume hasil
pengawasan Dana Desa kepada BupatijWalikota dengan
tembusan kepada Gubernur setiap triwulan
atas pengawasan yang telah dilakukan, yang
menyajikan informasi:
- Rekapitulasi Kebijakan
Pengelolaan Dana Desa per Desa
- Rekapitulasi penerimaan
dan penyaluran Dana Desa setiap Desa
per tahapan
- Rekapitulasi
Penggunan Dana
Desa untuk
seluruh Bidang kewenangan Desa
- Rekapitulasi Sisa Dana
Desa di RKD
- Rekapitulasi jumlah
pendamping desa setiap kabupaten Zkota
- Rekapitulasi jumlah
temuan dan uraian ringkas
5. Inspektur
Provinsi menyampaikan resume hasil
pengawasan Dana Desa kepada
Gubernur dengan tembusan
kepada Menteri Dalam Negeri c.q
Inspektur Jenderal setiap triwulan
atas pengawasan yang telah
dilakukan yang bersumber dari
laporan dari
Inspektur Kabupaten/kota, yang menyajikan
informasi:
- Rekapitulasi Kebijakan
Pengelolaan Dana Desa per Kabupaten/KotaRekapitulasi
penenmaan dan penyaluran Dana
Desa setiap Kabupaten /Kota per tahapan
- Rekapitulasi Penggunan
Dana Desa untuk Bidang seluruh Bidang
Kewenangan Desa
- Rekapitulasi Sisa
Dana Desa di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD)
- Rekapitulasi jumlah
pendamping desa setiap kabupaten/kota
- Rekapitulasi jumlah
temuan dan uraian ringkas.
Demikian, semoga bermanfaat.
DOKUMENTASI KEGIATAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN DANA DESA